Berita

Pedoman KPPU Tentang Persekongkolan Tender pada Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Pedoman KPPU Tentang Persekongkolan Tender pada Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Persekongkolan tender pada Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diatur di Bagian Keempat Persekongkolan Pasal 22 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.  Pasal 23: Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pasal 24: Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan. Sanksi terkait persekongkolan tender dikenakan Pidana Pokok Pasal 48 Ayat (2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan. Selanjutnya bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran Pasal 22 dan dikenakan sanksi pasal 48 dikenakan pidana tambahan sebagaimana ketentuan Bagian Ketiga Pidana Tambahan Pasal 49 Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa: a. pencabutan izin usaha; atau b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.

 

Pengertian dan Ruang Lingkup Tender

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat melarang perbuatan pelaku usaha yang bertujuan menghambat atau bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat, antara lain seperti pembatasan akses pasar, kolusi, dan tindakan lain yang bertujuan untuk menghilangkan persaingan. Tindakan lain yang dapat berakibat kepada terjadinya persaingan usaha tidak sehat adalah tindakan persekongkolan untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sebagaimana diatur oleh Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Pengaturan pemenang tender tersebut banyak ditemukan pada pelaksanaan pengadaan barang dan atau jasa yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah (government procurement), BUMN, dan perusahaan swasta. Untuk itu Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tidak hanya mencakup kegiatan pengadaan yang dilakukan oleh Pemerintah, tetapi juga kegiatan pengadaan yang dilakukan oleh perusahaan Negara (BUMN/BUMD) dan perusahaan swasta.

Berdasarkan Penjelasan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang atau untuk menyediakan jasa. Dalam hal ini tidak disebut jumlah yang mengajukan penawaran (oleh beberapa atau oleh satu pelaku usaha dalam hal penunjukan/pemilihan langsung).

Pengertian tender tersebut mencakup tawaran mengajukan harga untuk:

1.    Memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan.

2.    Mengadakan barang dan atau jasa.

3.    Membeli suatu barang dan atau jasa.

4.    Menjual suatu barang dan atau jasa.

Berdasarkan definisi tersebut, maka cakupan dasar penerapan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah tender atau tawaran mengajukan harga yang dapat dilakukan melalui:

a.    Tender terbuka,

b.    Tender terbatas,

c.    Pelelangan umum, dan

d.    Pelelangan terbatas.

Berdasarkan cakupan dasar penerapan ini, maka pemilihan langsung dan penunjukan langsung yang merupakan bagian dari proses tender/lelang juga tercakup dalam penerapan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 Tentang Larangan praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Penjabaran Unsur

Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan bahwa: “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”

Pasal 22 di atas dapat diuraikan kedalam beberapa unsur sebagai berikut:

 

1.    Unsur Pelaku Usaha

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 5, pelaku usaha adalah: “Setiap orang perorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi”.

 

2.    Unsur Bersekongkol

Bersekongkol adalah: “Kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pihak lain atas inisiatif siapapun dan dengan cara apapun dalam upaya memenangkan peserta tender tertentu.”

Unsur bersekongkol antara lain dapat berupa:

a.    Kerjasama antara dua pihak atau lebih;

b.    Secara terang-terangan maupun diam-diam melakukan tindakan penyesuaian dokumen dengan peserta lainnya;

c.    Membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan;

d.    Menciptakan persaingan semu;

e.    Menyetujui dan atau memfasilitasi terjadinya persekongkolan;

f.     Tidak menolak melakukan suatu tindakan meskipun mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk mengatur dalam rangka memenangkan peserta tender tertentu;

g.    Pemberian kesempatan eksklusif oleh penyelenggara tender atau pihak terkait secara langsung maupun tidak langsung kepada pelaku usaha yang mengikuti tender, dengan cara melawan hukum.

 

3.    Unsur Pihak Lain

Pihak Lain adalah: “para pihak (vertikal dan horizontal) yang terlibat dalam proses tender yang melakukan persekongkolan tender baik pelaku usaha sebagai peserta tender dan atau subjek hukum lainnya yang terkait dengan tender tersebut”.

 

4.    Unsur Mengatur dan atau Menentukan Pemenang Tender

Mengatur dan atau menentukan pemenang tender adalah: “suatu perbuatan para pihak yang terlibat dalam proses tender secara bersekongkol yang bertujuan untuk menyingkirkan pelaku usaha lain sebagai pesaingnya dan/atau untuk memenangkan peserta tender tertentu dengan berbagai cara”. Pengaturan dan atau penentuan pemenang tender tersebut antara lain dilakukan dalam hal penetapan kriteria pemenang, persyaratan teknik, keuangan, spesifikasi, proses tender, dan sebagainya.

 

5.    Unsur Persaingan Usaha Tidak Sehat

Persaingan usaha tidak sehat adalah: “persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha”.

 

Definisi dan Indikasi Persekongkolan Dalam Tender

Berdasarkan kamus hukum, persekongkolan adalah suatu kerjasama antara dua pihak atau lebih yang secara bersama-sama melakukan tindakan yang melanggar hukum. Pengertian tentang persekongkolan dalam tender menurut beberapa negara adalah suatu perjanjian antara beberapa pihak untuk memenangkan pesaing dalam suatu tender. Sejalan pengertian-pengertian tersebut, persekongkolan dalam tender sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih dalam rangka memenangkan peserta tender tertentu.

Persekongkolan dalam tender dapat dilakukan secara terangterangan maupun diam-diam melalui tindakan penyesuaian, penawaran sebelum dimasukkan, atau menciptakan persaingan semu, atau menyetujui dan atau memfasilitasi, atau pemberian kesempatan ekslusif, atau tidak menolak melakukan suatu tindakan meskipun mengetahui bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk mengatur dalam rangka memenangkan peserta tender tertentu.

Persekongkolan dalam tender dapat dibedakan pada tiga jenis, yaitu persekongkolan horizontal, persekongkolan vertikal, dan gabungan persekongkolan vertikal dan horizontal. Berikut penjelasan atas ketiga jenis persekongkolan tersebut.

1. Persekongkolan Horizontal

Merupakan persekongkolan yang terjadi antara pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa dengan sesama pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa pesaingnya. Persekongkolan ini dapat dikategorikan sebagai persekongkolan dengan menciptakan persaingan semu di antara peserta tender. Berikut bagan persekongkolan tersebut.

 

2. Persekongkolan Vertikal

Merupakan persekongkolan yang terjadi antara salah satu atau beberapa pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa dengan panitia tender atau panitia lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan. Persekongkolan ini dapat terjadi dalam bentuk dimana panitia tender atau panitia lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan bekerjasama dengan salah satu atau beberapa peserta tender. Berikut bagan persekongkolan tersebut.

 

3. Persekongkolan Horizontal dan Vertikal

Merupakan persekongkolan antara panitia tender atau panitia lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan dengan pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa. Persekongkolan ini dapat melibatkan dua atau tiga pihak yang terkait dalam proses tender. Salah satu bentuk persekongkolan ini adalah tender fiktif, dimana baik panitia tender, pemberi pekerjaan, maupun para pelaku usaha melakukan suatu proses tender hanya secara administratif dan tertutup. Berikut bagan kedua persekongkolan tersebut.

 

Indikasi Persekongkolan Dalam Tender

Tender yang berpotensi menciptakan persaingan usaha tidak sehat atau menghambat persaingan usaha adalah:

1.    Tender yang bersifat tertutup atau tidak transparan dan tidak diumumkan secara luas, sehingga mengakibatkan para pelaku usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi tidak dapat mengikutinya;

2.    Tender bersifat diskriminatif dan tidak dapat diikuti oleh semua pelaku usaha dengan kompetensi yang sama;

3.    Tender dengan persyaratan dan spesifikasi teknis atau merek yang mengarah kepada pelaku usaha tertentu sehingga menghambat pelaku usaha lain untuk ikut.

Untuk mengetahui telah terjadi tidaknya suatu persekongkolan dalam tender, berikut dijelaskan berbagai indikasi persekongkolan yang sering dijumpai pada pelaksanaan tender. Perlu diperhatikan bahwa, hal-hal berikut ini merupakan indikasi persekongkolan, sedangkan bentuk atau perilaku persekongkolan maupun ada tidaknya persekongkolan tersebut harus dibuktikan melalui pemeriksaan oleh Tim Pemeriksa atau Majelis KPPU.

1.    Indikasi persekongkolan pada saat perencanaan, antara lain meliputi:

a.    Pemilihan metode pengadaan yang menghindari pelaksanaan tender/lelang secara terbuka.

b.    Pencantuman spesifikasi teknik, jumlah, mutu, dan/atau waktu penyerahan barang yang akan ditawarkan atau dijual atau dilelang yang hanya dapat disuplai oleh satu pelaku usaha tertentu.

c.    Tender/lelang dibuat dalam paket yang hanya satu atau dua peserta tertentu yang dapat mengikuti/melaksanakannya.

d.    Ada keterkaitan antara sumber pendanaan dan asal barang/jasa

e.    Nilai uang jaminan lelang ditetapkan jauh lebih tinggi dari pada nilai dasar lelang.

f.     Penetapan tempat dan waktu lelang yang sulit dicapai dan diikuti.

2.    Indikasi persekongkolan pada saat pembentukan Panitia, antara lain meliputi:

a.    Panitia yang dipilih tidak memiliki kualifikasi yang dibutuhkan sehingga mudah dipengaruhi.

b.    Panitia terafiliasi dengan pelaku usaha tertentu.

c.    Susunan dan kinerja Panitia tidak diumumkan atau cenderung ditutup-tutupi.

3.    Indikasi persekongkolan pada saat prakualifikasi perusahaan atau pra lelang, antara lain meliputi:

a.    Persyaratan untuk mengikuti prakualififasi membatasi dan/ atau mengarah kepada pelaku usaha tertentu.

b.    Adanya kesepakatan dengan pelaku usaha tertentu mengenai spesifikasi, merek, jumlah, tempat, dan/atau waktu penyerahan barang dan jasa yang akan ditender atau dilelangkan.

c.    Adanya kesepakatan mengenai cara, tempat, dan/atau waktu pengumuman tender/lelang.

d.    Adanya pelaku usaha yang diluluskan dalam prakualifikasi walaupun tidak atau kurang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

e.    Panitia memberikan perlakukan khusus/istimewa kepada pelaku usaha tertentu.

f.     Adanya persyaratan tambahan yang dibuat setelah prakualifikasi dan tidak diberitahukan kepada semua peserta.

g.    Adanya pemegang saham yang sama diantara peserta atau Panitia atau pemberi pekerjaan maupun pihak lain yang terkait langsung dengan tender/lelang (benturan kepentingan).

4.    Indikasi persekongkolan pada saat pembuatan persyaratan untuk mengikuti tender/lelang maupun pada saat penyusunan dokumen tender/lelang, antara lain meliputi adanya persyaratan tender/lelang yang mengarah kepada pelaku usaha tertentu terkait dengan sertifikasi barang, mutu, kapasitas dan waktu penyerahan yang harus dipenuhi.

5.    Indikasi persekongkolan pada saat pengumuman tender atau lelang, antara lain meliputi:

a.    Jangka waktu pengumuman tender/lelang yang sangat terbatas.

b.    Informasi dalam pengumuman tender/lelang dengan sengaja dibuat tidak lengkap dan tidak memadai. Sementara, informasi yang lebih lengkap diberikan hanya kepada pelaku usaha tertentu.

c.    Pengumuman tender/lelang dilakukan melalui media dengan jangkauan yang sangat terbatas, misalnya pada surat kabar yang tidak dikenal ataupun pada papan pengumuman yang jarang dilihat publik atau pada surat kabar dengan jumlah eksemplar yang tidak menjangkau sebagian besar target yang diinginkan.

d.    Pengumuman tender/lelang dimuat pada surat kabar dengan ukuran iklan yang sangat kecil atau pada bagian/lay-out surat kabar yang seringkali dilewatkan oleh pembaca yang menjadi target tender/lelang.

6.    Indikasi persekongkolan pada saat pengambilan dokumen tender/lelang, antara lain meliputi:

a.    Dokumen tender/lelang yang diberikan tidak sama bagi seluruh calon peserta tender/lelang.

b.    Waktu pengambilan dokumen tender/lelang yang diberikan sangat terbatas.

c.    Alamat atau tempat pengambilan dokumen tender/lelang sulit ditemukan oleh calon peserta tender/lelang.

d.    Panitia memindahkan tempat pengambilan dokumen tender/lelang secara tiba-tiba menjelang penutupan waktu pengambilan dan perubahan tersebut tidak diumumkan secara terbuka.

7.    Indikasi persekongkolan pada saat penentuan Harga Perkiraan Sendiri atau harga dasar lelang, antara lain meliputi:

a.    Adanya dua atau lebih harga perkiraan sendiri atau harga dasar atas satu produk atau jasa yang ditender/dilelangkan.

b.    Harga perkiraan sendiri atau harga dasar hanya diberikan kepada pelaku usaha tertentu.

c.    Harga perkiraan sendiri atau harga dasar ditentukan berdasarkan pertimbangan yang tidak jelas dan tidak wajar.

8.    Indikasi persekongkolan pada saat penjelasan tender atau open house lelang, antara lain meliputi:

a.    Informasi atas barang/jasa yang ditender atau dilelang tidak jelas dan cenderung ditutupi.

b.    Penjelasan tender/lelang dapat diterima oleh pelaku usaha yang terbatas sementara sebagian besar calon peserta lainnya tidak dapat menyetujuinya.

c.    Panitia bekerja secara tertutup dan tidak memberi layanan atau informasi yang seharusnya diberikan secara terbuka.

d.    Salah satu calon peserta tender/lelang melakukan pertemuan tertutup dengan Panitia.

9.    Indikasi persekongkolan pada saat penyerahan dan pembukaan dokumen atau kotak penawaran tender/lelang, antara lain meliputi:

a.    Adanya dokumen penawaran yang diterima setelah batas waktu.

b.    Adanya dokumen yang dimasukkan dalam satu amplop bersama-sama dengan penawaran peserta tender/lelang yang lain.

c.    Adanya penawaran yang diterima oleh Panitia dari pelaku usaha yang tidak mengikuti atau tidak lulus dalam proses kualifikasi atau proses administrasi.

d.    Terdapat penyesuaian harga penawaran pada saat-saat akhir sebelum memasukkan penawaran.

e.    Adanya pemindahan lokasi/tempat penyerahan dokumen penawaran secara tiba-tiba tanpa pengumuman secara terbuka.

10. Indikasi persekongkolan pada saat evaluasi dan penetapan pemenang tender/lelang, antara lain meliputi:

a.    Jumlah peserta tender/lelang yang lebih sedikit dari jumlah peserta tender/lelang dalam tender atau lelang sebelumnya.

b.    Harga yang dimenangkan jauh lebih tinggi atau lebih rendah dari harga tender/lelang sebelumnya oleh perusahaan atau pelaku usaha yang sama.

c.    Para peserta tender/lelang memasukkan harga penawaran yang hampir sama.

d.    Peserta tender/lelang yang sama, dalam tender atau lelang yang berbeda mengajukan harga yang berbeda untuk barang yang sama, tanpa alasan yang logis untuk menjelaskan perbedaan tersebut.

e.    Panitia cenderung untuk memberi keistimewaan pada peserta tender/lelang tertentu.

f.     Adanya beberapa dokumen penawaran tender/lelang yang mirip.

g.    Adanya dokumen penawaran yang ditukar atau dimodifikasi oleh Panitia.

h.    Proses evaluasi dilakukan ditempat yang terpencil dan tersembunyi.

i.      Perilaku dan penawaran para peserta tender/lelang dalam memasukkan penawaran mengikuti pola yang sama dengan beberapa tender atau lelang sebelumnya.

11. Indikasi persekongkolan pada saat pengumuman calon pemenang, antara lain meliputi:

a.    Pengumuman diumumkan secara terbatas sehingga pengumuman tersebut tidak diketahui secara optimal oleh pelaku usaha yang memenuhi persyaratan, misalnya diumumkan pada media massa yang tidak jelas atau diumumkan melalui faksimili dengan nama pengirim yang kurang jelas.

b.    Tanggal pengumuan tender/lelang ditunda dengan alasan yang tidak jelas.

c.    Peserta tender/lelang memenangkan tender atau lelang cenderung berdasarkan giliran yang tetap.

d.    Ada peserta tender/lelang yang memenangkan tender atau lelang secara terus menerus di wilayah tertentu.

e.    Ada selisih harga yang besar antara harga yang diajukan pemenang tender/lelang dengan harga penawaran peserta lainnya, dengan alasan yang tidak wajar atau tidak dapat dijelaskan.

12. Indikasi persekongkolan pada saat pengajuan sanggahan, antara lain meliputi:

a.    Panitia tidak menanggapi sanggahan peserta tender/lelang.

b.    Panitia cenderung menutup-nutupi proses dan hasil evaluasi.

13. Indikasi persekongkolan pada saat penunjukan pemenang tender/lelang dan penandatanganan kontrak, antara lain meliputi:

a.    Surat penunjukan pemenang tender/lelang telah dikeluarkan sebelum proses sanggahan diselesaikan.

b.    Penerbitan surat penunjukan pemenang tender/ lelang mengalami penundaan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

c.    Surat penunjukan pemenang tender/lelang tidak lengkap.

d.    Konsep kontrak dibuat dengan menghilangkan halhal penting yang seharusnya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kontrak.

e.    Penandatanganan kontrak dilakukan secara tertutup.

f.     Penandatanganan kontrak mengalami penundaan tanpa alasan yang tidak dapat dijelaskan.

14. Indikasi persekongkolan pada saat pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan, antara lain meliputi:

a.    Pemenang tender/lelang mensub-contractkan pekerjaan kepada perusahaan lain atau peserta tender/lelang yang kalah dalam tender atau lelang tersebut;

b.    Volume atau nilai proyek yang diserahkan tidak sesuai dengan ketentuan awal, tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

c.    Hasil pengerjaan tidak sesuai atau lebih rendah dibandingkan dengan ketentuan yang diatur dalam spesifikasi teknis, tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

 

Dampak Persekongkolan Dalam Tender

Dilihat dari sisi konsumen atau pemberi kerja, persekongkolan dalam tender dapat merugikan dalam bentuk antara lain;

1.    Konsumen atau pemberi kerja membayar harga yang lebih mahal dari pada yang sesungguhnya.

2.  Barang atau jasa yang diperoleh (baik dari sisi mutu, jumlah, waktu, maupun nilai) seringkali lebih rendah dari yang akan diperoleh apabila tender dilakukan secara jujur.

3.    Terjadi hambatan pasar bagi peserta potensial yang tidak memperoleh kesempatan untuk mengikuti dan memenangkan tender.

4.  Nilai proyek (untuk tender pengadaan jasa) menjadi lebih tinggi akibat mark-up yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bersekongkol. Apabila hal tersebut dilakukan dalam proyek Pemerintah yang pembiayaannya melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, maka persekongkolan tersebut berpotensi menimbulkan ekonomi biaya tinggi.

 

Sumber:

http://www.kppu.go.id

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Leave A Comment