Berita

Alat Bukti Berdasarkan KUHAP

Alat Bukti Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

 

Sistem pembuktian yang dianut Indonesia pada ketentuan Pasal 183 KUHAP berbunyi: Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Penjelasan Pasal 183 Ketentuan ini adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seorang. Pasal 183 ini selaras dengan system atau teori pembuktian yang dianut oleh Indonesia yakni Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara Negatif (negatief wettelijk bewijstheorie) menitikberatkan pada pembuktian berganda (dubbel en grondslag) yakni berdasarkan undang-undang dan keyakinan hakim, yang mana keyakinan hakim tersebut bersumber pada undang-undang. (Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. 2015. Halaman 251-257).

 

Alat Bukti Pasal 184 (1) KUHAP menyatakan Alat bukti yang sah ialah: a. Keterangan saksi; b. keterangan Ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan Terdakwa.

 

a.    Keterangan Saksi

Ketentuan Umum Pasal 1 angka 26 KUHAP Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri, sedangkan Pasal 1 angka 27 KUHAP Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu, adapun yang dimaksud dengan keterangan saksi sebagaimana Pasal 184 (1) huruf a adalah sebagaimana ketentuan Pasal 185 (1) yang berbunyi: Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan. Penjelasan Pasal 185 Ayat (1) dalam keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang diperoleh dari orang lain atau testimonium de auditu, (2) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya, (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya, (4) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu, (5) Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan ahli, (6) Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan: a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain, b. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain, c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu, d. cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya. Penjelasan Ayat (6) Yang dimaksud dengan ayat ini ialah untuk mengingatkan hakim agar memperhatikan keterangan saksi harus benar-benar diberikan secara bebas, jujur dan obyektif. (7) Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain. Eddy O. S Hiariej, dalam bukunya yang berjudul Teori & Hukum Pembuktian, Yogyakarta: Erlangga. 2012 pada halaman 57- 60 mengutip pendapat Ian Dennis ada lima hal terkait sahnya suatu keterangan saksi sebagai alat bukti: 1. Kualitas pribadi saksi artinya kualitas saksi dihubungkan dengan terdakwa pada perkaranya, larangan menjadi saksi karena hubungan keluarga, hubungan darah, hubungan perkawinan dan profesi yang dapat mengundurkan diri menjadi saksi pemuka agama, notaris, wartawan, advokat dan dokter. 2. Terkait dengan hal yang diterangkan saksi meliputi subtansi keterangan dan sumber keterangan saksi. Subtansi keterangan berkaitan dengan fakta yang berhubungan dengan pembuktian peristiwa hukum, berhubungan dengan dakwaan, unsur-unsur pidana baik lokus, tempus serta kesalahan terdakwa meliputi keadaan batin/niat sebelum berbuat, kehendak, perbuatan dan pengetahuan terdakwa, sedangkan sumber pengetahuan saksi yang memberikan keterangan mengenai pengetahuan saksi (rasio decidendi) artinya sumber pengetahuan saksi berasal dari apa yang saksi lihat, saksi dengar, saksi alami sendiri secara langsung. 3. Mengenai penyebab saksi dapat mengetahui kesaksiannya artinya sesuatu yang menjadi sebab (rasional dan dapat diterima akal sehat) seorang saksi melihat, mendengar, mengalami tentang peristiwa/kejadian yang diterangkan saksi. 4. Kewajiban saksi untuk mengucapkan sumpah atau janji sebelum memberikan keterangan di depan sidang pengadilan. Hal ini untuk mencari keadilan hakiki dalam suatu peristiwa. 5. Mengenai adanya hubungan antara isi keterangan saksi dengan isi keterangan saksi lain atau alat bukti lain. Hal ini berkaitan dengan unus testis nulus testis yang berarti satu saksi bukan saksi untuk menentukan kebenaran peristiwa hukum membutuhkan lebih dari satu orang saksi. Apabila hanya terdapat satu saksi, kesaksian tersebut harus berkesesuaian dengan alat bukti lainnya (menitikberatkan pada kwalitas saksi tidak pada banyaknya saksi).

 

b.    Keterangan Ahli

Pasal 1 angka 28 KUHAP yang dimaksud Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Ketentuan Pasal 186 yang dimaksud dengan Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Penjelasan Pasal 186 Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum, maka pada pemeriksaan di sidang, diminta untuk memberikan keterangan dan, dicatat dalam berita acara pemeriksaan. Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan hakim. KUHAP tidak menjelaskan secara detail apa yang dimaksud dengan keterangan ahli, keterangan ahli merupakan keterangan yang diberikan berdasarkan keilmuan yang dimiliki oleh seorang ahli dan berdasarkan keilmuan tersebut seorang ahli dimintai keterangannya, sebagaimana Pasal 343 Ned. Sv.mendefinisikan keterangan ahli adalah pendapat seorang ahli yang berhubungngan dengan ilmu pengetahuan yang telah dipelajarinya, tentang sesuatu apa yang dimintai pertimbangannya, sedangkan pada California Evidence pengertian seorang ahli adalah seseorang dapat memberi keterangan sebagai ahli jika ia mempunyai pengetahuan, keahlian, pengalaman, latihan, atau pendidikan khusus yang memadai untuk memenuhi syarat sebagai seorang ahli tentang hal yang berkaitan dengan keterangannya. KUHAP membedakan keterangan ahli yang diberikan di persidangan dan keterangan ahli yang diberikan di luar persidangan, keterangan ahli yang diberikan dipersidangan disebut dengan “Keterangan Ahli” sedangkan keterangan ahli yang diberikan diluar persidangan termasuk kedalam alat bukti “surat”. (Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. 2015. Halaman 273-274).

 

c.    Surat

Ketentuan Pasal 187 Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu, b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan, penjelasan Huruf b Yang dimaksud dengan surat yang dibuat oleh pejabat, termasuk surat yang dikeluarkan oleh suatu majelis yang berwenang untuk itu. c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya, d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

 

d.    Petunjuk

Pasal 188 (1) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya, (2) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari: a. keterangan saksi, b. surat, c. keterangan terdakwa. (3) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya. Alat bukti petunjuk dalam pelaksanaannya harus tetap mengikuti system atau teori pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara Negatif (negatief wettelijk bewijstheorie) menitikberatkan pada pembuktian berganda (dubbel en grondslag) yakni berdasarkan undang-undang dan keyakinan hakim, yang mana keyakinan hakim tersebut bersumber pada undang-undang. Hakim dilarang menggunakan keyakinan berdasarkan logika atau perasaan hakim atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Atas Alasan yang Logis (laconviction rasionnee) menitikberatkan pada keyakinan hakim berdasarkan pertimbangan dan alasan tertentu yang logis.

 

e.    Keterangan Terdakwa

Pasal 189 (1) Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri, (2) Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya, (3) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri, (4) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain. Sebelumnya dalam HIR alat bukti ini disebut pengakuan tertuduh, dan fokus pada pengakuan tertuduh tidak pada pengingkaran, sedangkan istilah keterangan terdakwa pada KUHAP sekaligus meliputi pernyataan pengakuan dan pengingkaran dan menyerahkan penilaiannya kepada hakim. (Syaiful Bakhri, Sistem Peradilan Pidana Indonesia Dalam Persfektif Pembaruan, Teori, dan Praktik Peradilan, Jakarta: Pustaka Pelajar. 2015. Halaman 132-133) Keterangan terdakwa diberikan bebas dari segala tekanan baik fisik ataupun psikologis yang menandakan KUHAP menjunjung tinggi hak terdakwa akan tetapi dalam penilaiannya hakim akan menggunakan alat bukti lainnya dalam menguji kebenaran keterangan yang diberikan oleh terdakwa terkait pengakuan dan penyangkalannya.

 

Sumber:

KUHAP

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. 2015

Eddy O. S Hiariej, Teori & Hukum Pembuktian, Yogyakarta: Erlangga. 2012

Syaiful Bakhri, Sistem Peradilan Pidana Indonesia Dalam Persfektif Pembaruan, Teori, dan Praktik Peradilan, Jakarta: Pustaka Pelajar. 2015

Leave A Comment