Berita

PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH MELALUI MEDIASI GUNA PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA

PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH MELALUI MEDIASI GUNA PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA

 

Pada proses pengadaan barang/jasa pemerintah sering terjadi permasalahan salah satunya adalah adanya kerugian keuangan negara yang diakibatkan penyedia tidak dapat memenuhi pekerjaan sebagaimana ketentuan kontrak. Sebagaimana diketahui bawasannya apabila terjadi cidera janji/wanprestasi terhadap kontrak, maka para pihak yang dirugikan dapat melakukan gugatan ke pengadilan (Proses Litigasi), akan tetapi dalam perkembangannya proses litigasi dalam hal gugatan wanprestasi membutuhkan waktu yang lama karena harus menempuh banyak upaya hukum atau tingkatan peradilan yang harus dilalui, sehingga alangkah baiknya apabila menempuh jalur mediasi diluar peradilan (Non Litigasi) dalam upaya penyelesaian sengketa kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah guna dapat mengembalikan kerugian keuangan negara.

Adapun mediasi sendiri diatur dalam Pasal 1 Angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, mendefinisikan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Pasal 1 Angka 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, mendefinisikan Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator.

Berdasarkan kedua ketentuan yang mengatur mengenai mediasi tersebut diatas ada perbedaan yakni untuk Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa mengatur mengenai mediasi yang dilaksanakan diluar pengadilan sedangkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan mengatur mengenai prosedur mediasi yang dilaksanakan di pengadilan.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan merupakan perubahan dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, yakni menindaklanjuti Pasal 130 HIR dan Pasal 154 RBg meliputi: Pasal 130 Ayat 1 HIR: jika pada hari yang di tentukan itu kedua belah pihak datang, maka Pengadilan Negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan memperdamaikan mereka, Pasal 130 Ayat 2 HIR: jika perdamaian yang demikian itu dapat di capai, maka pada waktu bersidang di perbuat sebuah surat (akta) tentang itu, dalam mana kedua belah pihak di hukum akan menaati perjanjian yang di perbuat itu, surat mana akan berkekuatan dan akan di jalankan sebagai putusan yang biasa, Pasal 154 Ayat 1 RBg: bila pada hari yang telah ditentukan para pihak datang menghadap, maka Pengadilan Negeri dengan perantaraan ketua berusaha mendamaikannya, Pasal 154 Ayat 2 RBg: bila dapat dicapai perdamaian, maka di dalam sidang itu juga dibuatkan suatu akta dan para pihak dihukum untuk menaati perjanjian yang telah dibuat, dan akta itu mempunyai kekuatan serta dilaksanakan seperti suatu surat keputusan biasa.

Mediasi sebagaimana Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa BAB II Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 6 Ayat 1 s/d Ayat 8:

1)    Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.

2)    Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis.

3)    Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator.

4)    Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dengan bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator.

5)    Setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi harus sudah dapat dimulai.

6)    Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak yang terkait.

7)    Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan.

8)    Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) wajib selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 ( tiga puluh) hari sejak pendaftaran.

Kesepakatan Perdamaian sebagaimana Pasal 6 Ayat 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, juga diatur didalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, Pasal 36 BAB VIII, Perdamaian Di Luar Pengadilan Ayat (1) Para Pihak dengan atau tanpa bantuan Mediator bersertifikat yang berhasil menyelesaikan sengketa di luar Pengadilan dengan Kesepakatan Perdamaian dapat mengajukan Kesepakatan Perdamaian kepada Pengadilan yang berwenang untuk memperoleh Akta Perdamaian dengan cara mengajukan gugatan, Ayat (2) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan Kesepakatan Perdamaian dan dokumen sebagai alat bukti yang menunjukkan hubungan hukum Para Pihak dengan objek sengketa, Ayat (3) Hakim Pemeriksa Perkara di hadapan Para Pihak hanya akan menguatkan Kesepakatan Perdamaian menjadi Akta Perdamaian, jika Kesepakatan Perdamaian sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat (2), Ayat (4) Akta Perdamaian atas gugatan untuk menguatkan Kesepakatan Perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diucapkan oleh Hakim Pemeriksa Perkara dalam sidang yang terbuka untuk umum paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan, Ayat (5) Salinan Akta Perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib disampaikan kepada Para Pihak pada hari yang sama dengan pengucapan Akta Perdamaian.

Apabila Mediasi Mencapai Kesepakatan sebagaimana Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan Pasal 27 (1): Jika Mediasi berhasil mencapai kesepakatan, Para Pihak dengan bantuan Mediator wajib merumuskan kesepakatan secara tertulis dalam Kesepakatan Perdamaian yang ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator. (2) Dalam membantu merumuskan Kesepakatan Perdamaian, Mediator wajib memastikan Kesepakatan Perdamaian tidak memuat ketentuan yang: a. bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan, b. merugikan pihak ketiga, atau c. tidak dapat dilaksanakan.

 

Berdasarkan hal tersebut diatas telah memberikan peluang dalam hal penyelesaian sengketa kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah guna dapat mengembalikan kerugian keuangan negara, apabila penyedia telah melakukan wanprestasi maka kerugian keuangan negara tersebut dapat dikembalikan melalui proses mediasi antar para pihak yang mengikatkan diri pada kontrak, Pengguna Anggaran / Kuasa Pengguna Anggaran melalui Pejabat Pembuat Komitmen dengan penyedia. Proses mediasi ini dapat mempersingkat waktu penyelesaian sengketa dan dinilai efektif dalam pengembalian kerugian keuangan negara dalam hal pengadaan barang/jasa pemerintah.

Leave A Comment